softfruittraffic

Earn from surfing 1000 sites daily $0,50. Now we have dynamic surf ratio, progressive ratio has defined that when you reach page 500, you have surf ratio 1:1, for free members.

you will receive cash for active surfing at the rate of $0.30 for 1000 sites viewed

EasyHits4U is a popular traffic exchange program with over 1.000,000 members. This site is a 1:1 traffic exchange system.

Boost Your Biz to New Heights

Elevated Traffic is your "One Stop Shop" with a 3-way advertising combination that will far exceed your expectations.

Splash-Wave- Manual Traffic Exchange

Splash-Wave- Manual Traffic Exchange A JAC Traffic Product. Featuring: VTG Game Zubee Coins AdOne-Ten Stickers Great Advertising - Great Rewards!

Here's what you're missing:

* Up to 100% Commissions for Upgraded Members! * Exclusive Promo-Codes to Top Exchanges for CEO Members! * Unlock the Briefcase and Win 1000 Credits! * Surf 50 pages to Enter the Daily Drawing for $0.50 and 100 Credits! * Weekly Surf and Referral Contests with Cash Prizes!

Saturday, November 14, 2009

TRIMA KASIH



Andaikan kita sedang naik di dalam sebuah kereta ekonomi.

Karena tidak mendapatkan tempat duduk, kita berdiri di dalam gerbong
tersebut.



Suasana cukup ramai meskipun masih ada tempat bagi kita untuk
menggoyang-goyangka n kaki.

Kita tidak menyadari handphone kita terjatuh.

Ada orang yang melihatnya, memungutnya dan langsung mengembalikannya kepada
kita.



"Pak, handphone bapak barusan jatuh nih,"

kata orang tersebut seraya memberikan handphone milik kita.



Apa yang akan kita lakukan kepada orang tersebut?

Mungkin kita akan mengucapkan terima kasih dan berlalu begitu saja.





Skenario 2

Sekarang kita beralih kepada skenario kedua.

Handphone kita terjatuh dan ada orang yang melihatnya dan memungutnya.



Orang itu tahu handphone itu milik kita tetapi tidak langsung memberikannya
kepada kita.

Hingga tiba saatnya kita akan turun dari kereta, kita baru menyadari
handphone kita hilang.



Sesaat sebelum kita turun dari kereta, orang itu ngembalikan handphone kita
sambil berkata,

"Pak, handphone bapak barusan jatuh nih."



Apa yang akan kita lakukan kepada orang tersebut?

Mungkin kita akan mengucapkan terima kasih juga kepada orang tersebut.



Rasa terima kasih yang kita berikan akan lebih besar daripada rasa terima
kasih yang kita berikan pada orang di skenario pertama (orang yang langsung
memberikan handphone itu kepada kita).

Setelah itu mungkin kita akan langsung turun dari kereta.





Skenario 3

Marilah kita beralih kepada skenario ketiga.

Pada skenario ini, kita tidak sadar handphone kita terjatuh, hingga kita
menyadari handphone kita tidak ada di kantong kita saat kita sudah turun
dari kereta.



Kita pun panik dan segera menelepon ke nomor handphone kita, berharap ada
orang baik yang menemukan handphone kita dan bersedia mengembalikannya
kepada kita.

Orang yang sejak tadi menemukan handphone kita (namun tidak memberikannya
kepada kita) menjawab telepon kita.



"Halo, selamat siang, Pak.

Saya pemilik handphone yang ada pada bapak sekarang," kita mencoba bicara
kepada orang yang sangat kita harapkan berbaik hati mengembalikan handphone
itu kembali kepada kita.



Orang yang menemukan handphone kita berkata,

"Oh, ini handphone bapak ya.

Oke deh, nanti saya akan turun di stasiun berikut.

Biar bapak ambil di sana nanti ya."



Dengan sedikit rasa lega dan penuh harapan, kita pun pergi ke stasiun
berikut dan menemui "orang baik" tersebut.

Orang itu pun memberikan handphone kita yang telah hilang.

Apa yang akan kita lakukan pada orang tersebut?



Satu hal yang pasti, kita akan mengucapkan terima kasih, dan seperti nya
akan lebih besar daripada rasa terima kasih kita pada skenario kedua bukan?

Bukan tidak mungkin kali ini kita akan memberikan hadiah kecil kepada orang
yang menemukan handphone kita tersebut.





Skenario 4

Terakhir, mari kita perhatikan skenario keempat.

Pada skenario ini, kita tidak sadar handphone kita terjatuh, kita turun dari
kereta dan menyadari bahwa handphone kita telah hilang, kita mencoba
menelepon tetapi tidak ada yang mengangkat.

Sampai akhirnya kita tiba di rumah.



Malam harinya, kita mencoba mengirimkan SMS :

"Bapak / Ibu yang budiman.

Saya adalah pemilik handphone yang ada pada bapak / ibu sekarang.

Saya sangat mengharapkan kebaikan hati bapak / ibu untuk dapat mengembalikan
handphone itu kepada saya.

Saya akan memberikan imbalan sepantasnya. "



SMS pun dikirim dan tidak ada balasan.

Kita sudah putus asa.

Kita kembali mengingat betapa banyaknya data penting yang ada di dalam
handphone kita.



Ada begitu banyak nomor telepon teman kita yang ikut hilang bersamanya.

Hingga akhirnya beberapa hari kemudian, orang yang menemukan handphone kita
menjawab SMS kita, dan mengajak ketemuan untuk mengembalikan handphone
tersebut.



Bagaimana kira-kira perasaan kita?

Tentunya kita akan sangat senang dan segera pergi ke tempat yang diberikan
oleh orang itu.

Kita pun sampai di sana dan orang itu mengembalikan handphone kita.



Apa yang akan kita berikan kepada orang tersebut?

Kita pasti akan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepadanya, dan
mungkin kita akan memberikannya hadiah (yang kemungkinan besar lebih
berharga dibandingkan hadiah yang mungkin kita berikan di skenario ketiga).





Moral

Apa yang kita dapatkan dari empat skenario cerita di atas?

Pada keempat skenario tersebut, kita sama-sama kehilangan handphone, dan ada
orang yang menemukannya.



Orang pertama menemukannya dan langsung mengembalikannya kepada kita.

Kita berikan dia ucapan terima kasih.



Orang kedua menemukannya dan memberikan kepada kita sesaat sebelum kita
turun dari kereta.

Kita berikan dia ucapan terima kasih yang lebih besar.



Orang ketiga menemukannya dan memberikan kepada kita setelah kita turun dari
kereta.

Kita berikan dia ucapan terima kasih ditambah dengan sedikit hadiah.



Orang keempat menemukannya, menyimpannya selama beberapa hari, setelah itu
baru mengembalikannya kepada kita.

Kita berikan dia ucapan terima kasih ditambah hadiah yang lebih besar.



Ada sebuah hal yang aneh di sini.

Cobalah pikirkan, di antara keempat orang di atas, siapakah yang paling
baik?

Tentunya orang yang menemukannya dan langsung memberikannya kepada kita,
bukan?



Dia adalah orang pada skenario pertama.

Namun ironisnya, dialah yang mendapatkan reward paling sedikit di antara
empat orang di atas.



Manakah orang yang paling tidak baik?

Tentunya orang pada skenario keempat, karena dia telah membuat kita menunggu
beberapa hari dan mungkin saja memanfaatkan handphone kita tersebut selama
itu.

Namun, ternyata dia adalah orang yang akan kita berikan reward paling besar.



Apa yang sebenarnya terjadi di sini?

Kita memberikan reward kepada keempat orang tersebut secara tulus, tetapi
orang yang seharusnya lebih baik dan lebih pantas mendapatkan banyak, kita
berikan lebih sedikit.



OK, kenapa bisa begitu?

Ini karena rasa kehilangan yang kita alami semakin bertambah di setiap
skenario.

Pada skenario pertama, kita belum berasa kehilangan karena kita belum sadar
handphone kita jatuh, dan kita telah mendapatkannya kembali.



Pada skenario kedua, kita juga belum merasakan kehilangan karena saat itu
kita belum sadar, tetapi kita membayangkan rasa kehilangan yang mungkin akan
kita alami seandainya saat itu kita sudah turun dari kereta.



Pada skenario ketiga, kita sempat merasakan kehilangan, namun tidak lama
kita mendapatkan kelegaan dan harapan kita akan mendapatkan handphone kita
kembali.



Pada skenario keempat, kita sangat merasakan kehilangan itu.

Kita mungkin berpikir untuk memberikan sesuatu yang besar kepada orang yang
menemukan handphone kita, asalkan handphone itu bisa kembali kepada kita.

Rasa kehilangan yang bertambah menyebabkan kita semakin menghargai handphone
yang kita miliki.



Saat ini, adakah sesuatu yang kurang kita syukuri?

Apakah itu berupa rumah, handphone, teman-teman, kesempatan berkuliah,
kesempatan bekerja, atau suatu hal lain.



Namun, apakah yang akan terjadi apabila segalanya hilang dari genggaman
kita.

Kita pasti akan merasakan kehilangan yang luar biasa.

Saat itulah, kita baru dapat mensyukuri segala sesuatu yang telah hilang
tersebut.



Namun, apakah kita perlu merasakan kehilangan itu agar kita dapat bersyukur?

Sebaiknya tidak.



Syukurilah segala yang kita miliki, termasuk hidup kita, selagi itu masih
ada.

Jangan sampai kita menyesali karena tidak bersyukur ketika itu telah lenyap
dari diri kita.



Jangan pernah mengeluh dengan segala hal yang belum diperoleh.

Bahagialah dengan segala hal yang telah diperoleh.

Sesungguhnya, hidup ini berisikan banyak kebahagiaan.

Bila kita mampu memandang dari sudut yang benar.


Salam

Agus sang panglima /email facebook: alexatea.akon@gmail.com

Menjemput Surga



Menjemput Surga


Wito namanya. Ia seorang yatim. Ayahnya meninggal saat ia masih di bangku
Madrasah Ibtidaiyah. Sedih tentu. Tapi, ia dan keluarga bukan tipe manusia yang
gampang patah. Ibunya pekerja keras, biasa membantu keluarga tetangga memasak
untuk hajatan. Wito kecil itu juga seorang ulet. Ia bekerja keras
membantu siapa pun sambil bersekolah. Lulus SMA swasta di kampungnya, ia hijrah
ke Jakarta untuk 'ikut orang'. Ia bukan saja andalan keluarga yang diikutinya
untuk tugas-tugas domestik, namun juga andalan masjid untuk menjaga kebersihan.
Masih sempat pula ia kuliah. Meskipun dengan tertatih-tatih, ia mampu
merampungkan kuliahnya. Sebuah bekal untuk memperoleh pekerjaan di sebuah
kantor di Solo.

Di kantor itu, ia pekerja andalan. Ia sanggup mengerjakan tugas apa pun
tanpa pilih-pilih. Kepala Bagian Umum menjadi tempat yang pas baginya, sampai
kemudian perusahaan itu bangkrut. Ia harus kehilangan pekerjaan, saat sudah
harus menanggung beban keluarga dengan satu anak. Limbung? Wito bukan seorang yang
suka memikirkan nasib. Apalagi, meratapi dan mengasihani diri sendiri
sebagaimana jutaan manusia lain. Ia memilih berbuat dan berbuat. Ia tahu persis
bahwa perbuatanlah, dalam istilah agama adalah amal, yang akan dinilai
di Hari Akhir nanti. Bukan pikiran, apalagi ratapan. Mushala kecil di
sekitarnya ia rawat dengan baik. Anak-anak di sekitar itu diajarinya mengaji,
tanpa bayaran sama sekali. Untuk penghidupannya sendiri, ia menyewa becak dari
tetangganya. Tanpa ragu dan malu sama sekali serta tanpa mempersoalkan bahwa
dirinya sarjana, ia menarik becak itu. Sebuah becak yang kemudian menjadi
miliknya.

Sang istri semestinya bisa membantunya. Tapi, kondisi fisik istrinya
ternyata sangat lemah. Apalagi, saat istrinya hamil. Dengan riang hati, Wito
menyampaikan pada istrinya untuk berhati-hati dan menjaga kesehatannya sendiri.
Seluruh urusan pekerjaan rumah ia tangani sendiri pula. Seusai jamaah Subuh di
mushala, ia akan masak untuk keluarga, mencuci pakaian, serta menyapu rumah dan
halaman sekitar. Lalu, ia mandi dan menarik becak hingga sekitar pukul 10 pagi.
Saat itulah ia akan membelokkan becaknya ke pasar untuk berbelanja kelapa.

Dengan tangannya sendiri, ia membuat gerobak untuk berjualan es kelapa di
dekat rumahnya. Sendiri ia berjualan es kelapa. Dengan harga murah, tempatnya
menjadi pilihan para pengendara motor untuk istirahat sejenak, menghapus
dahaga. Malam hari, setelah mengajar mengaji, ia sempatkan diri untuk mengikuti
kursus pijat terapi. Ia terus perdalam sampai menjadi pemijat mahir. Jam berapa
pun diminta untuk memijat, ia akan berangkat tanpa pernah mau menetapkan
ongkosnya. Berapa pun yang ia dapatkan, akan ia syukuri.

Menarik becak, jualan es kelapa, hingga menjadi pemijat menjadi ladang
rezeki yang terus ditekuninya dengan riang. Hasilnya, di antara banyak teman
seangkatannya, kehidupannya relatif berkah. Ia punya rumah dengan tanah hampir
seluas 300 meter di tepi salah satu jalan penting di Kota Solo. Ia dapat
menyekolahkan anaknya ke sekolah yang bagus, yang oleh kalangan kebanyakan
sudah dipandang elite. Lebih dari itu, praktis shalat lima waktunya terjaga
untuk selalu berjamaah. Hal yang sekarang semakin sulit dijaga oleh kita yang
kadang merasa menjaga agama sekalipun.

Di tengah jutaan para sarjana yang lebih banyak hilir mudik mencari pekerjaan;
di tengah jutaan pegawai negeri ataupun swasta yang kegembiraan utamanya
memperoleh komisi; di tengah banyak pebisnis besar yang sebenarnya cuma calo;
di tengah banyak orang-orang terhormat yang seolah bekerja untuk rakyat, tapi
kesibukan utamanya mencari jalan untuk 'mencuri' uang rakyat; Wito sungguh
penjemput surga yang efektif. Ia seorang yang riang untuk selalu berbuat dan
berbuat.


Hanya sesekali ia tampak sedih, dengan alasan yang istimewa. Di antaranya,
setelah pemerintah menaikkan harga BBM secara mendadak. Tanpa bertahap. Setelah
kenaikan harga BBM itu, ia sebagaimana ratusan ribu pedagang kecil lainnya
harus berhenti berdagang. Harga jual es-nya tak lagi cukup untuk membeli kelapa
di pasar. Ketika ia mencoba menaikkan sedikit harga itu, orang-orang tak lagi
mampu membeli. Maka, ia pun menutup usaha. "Kasihan, pelanggan saya tak
kuat lagi membeli," katanya. Ia, sekali lagi, lebih mengasihani orang lain
ketimbang diri sendiri.


Adakah di antara kita yang lebih dekat ke jalan surga ketimbang Wito? Adakah
jalan untuk menjadikan seluruh bangsa ini menjadi pribadi-pribadi penjemput
surga? Yakni, pribadi yang tak punya rasa sakit hati, kecewa, apalagi putus
atas. Juga pribadi yang tidak malas, namun justru antusias untuk terus berbuat
dan berbuat.

"Manusia yang terbaik adalah yang paling banyak membaca, paling bertakwa, paling sering beramar ma'ruf nahi munkar, dan paling gemar menjalin hubungan silaturahmi. " (Muhammad SAW).
kampusku

Salam Sukses
Agus sangpanglima/facebook : Agusyaskum@asia.com

DIbalik Kesulitan Hidup akan ada Kemudahan Didalamnya



Semangat Pagi-pagi saudaraku,....


Salah satu pelajaran penting yang disampaikan guru mengaji saya adalah firman Tuhan yang berbunyi; ”Sesungguhnya, dalam setiap kesulitan, terdapat kemudahan.” Bagi saya, ini adalah firman yang sangat motivatif. Dia menguatkan kita saat menghadapi situasi sulit. Dan karena tak seorangpun dimuka bumi ini yang terbebas dari kesulitan hidup, maka sesungguhnya firman itu merupakan penghiburan bagi semua orang. Dengan firman itu, seolah Tuhan memberikan penegasan kepada kita semua bahwa kesulitan pasti akan datang. Namun, tak satupun dari kesulitan itu yang tidak memiliki kemudahan. Lantas, saya pribadi bertanya-tanya; ”apakah kemudahan itu ada ’setelah’ kesulitan berakhir, atau memang Tuhan bermaksud mengatakan bahwa kemudahan itu ada ’didalam’ kesulitan? ”

di ambil dari : email/facebook : alexatea.akon@gmail.com/agus sang panglima

Powered by Blogger.